Selasa, 15 Januari 2008

FITRAH DAN PERDAMAIAN.


Pada saat ini kita berada di awal bulan Syawal. Baru saja kita meninggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh rahmat, berkah dan maghfirah ( ampunan ). Segala kekuatan tenaga, pikiran, hati telah dikonsentrasikan untuk menyambut bulan istimewa melalui penghambaan total melawan hawa nafsu ( Jihadun nafsi ) dihadapan Allah SWT dengan khidmat dan khusyuk. Karena salah satu tujuan puasa adalah la’allakum tattaqun agar menjadi orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al Baqarah : 183.
Yaayyuhalladzina amannu kutiba a’laikummusyiyammu kama kutiba a’lalladzina min qoblikum la’allakum tattaqun.
Hai, orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.

Puasa menurut ayat tersebut juga diwajibkan orang-orang sebelum kamu artinya semua nabi dan rosul membawa titah puasa meski tak sama mekanisme dan waktu pelaksanaananya.
Menurut ImaM Al Gozali dalam bukunya yang berjudul Ihza Ulummudin bahwa puasa dapat di bagi tiga :
1. Puasa Am artinya puasa yang hanya menahan lapar dan haus.
2. Puasa Khass artinya puasa dengan menahan lapar dan dahaga juga menjaga indera kita.
3. Puasa khawasul al-khawas artinya puasa dengan menahan lapar dan dahaga, indera dan juga hati kita.

Yang menjadi ukuran kita sekarang adalah ketaqwaan. Kita hanya bisa melihat dari peningkatan rasa taqwa kepada Allah dalam mengukur berhasil tidaknya puasa kita. Menjalankan ibadah puasa bukan semata-mata mencari pahala, tetapi mendidik diri kita menjadi mutaqin. Banyaknya pahala bukan jaminan menjadi orang yang selamat bila tidak disertai ketaqwaan dan akhlak yang baik.
Sabda Rasul :
Tsalatsun muhlikatun syuhkhun mutho’un wahuwa mut ba’un wa I’jabun binafsihi
Artinya Tiga perkara yang merusak yaitu perangai jahat yang ditaati, membanggakan diri sendiri dan hawa nafsu yang dituruti.
Puasa bulan Ramadhan ibarat training center yang diharapkan hasilnya dapat diimplementasikan dalam bulan-bulan berikutnya. Ada tiga hal ( trisukses ) orang yang berpuasa antara lain :
1. Adanya peningkatan hubungan dengan Allah ( Habbluminallah ) yang ditandai dengan Iyyakana’budu waiyyakanastain ( hanya kepadaMulah kami menyembah dan hanya kepadaMu lah kami mohon pertolongan ), bersikap istiqomah yang berarti kokoh/ajek dalam menjalankan perintah-perintah Allah, lebih mensyukuri nikmat-nikmat Allah dengan laku religius ( hidup sesuai tuntunan agama ).
2. Sukses dalam hubungan dengan sesama manusia ( Habbluminannas ) yang ditandai silaturahim dari kata silatun = menyambung rahim artinya kasih saying jadi silarurahim menyambung kasih sayang, selalu menebar salam ( Anfussalam ), menyambut persaudaraan sesama manusia tanpa membedakan.
3. Sukses dalam mengendalikan diri yang ditandai dengan bersifat jujur tidak berbohong tidak munafik. Kata Rosul jujur adalah sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan, tetapi dengan keyakinan adanya Allah kejujuran akan terjaga. Kejujuran adalah dasar dari kehidupan keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kejujuran adalah syarat perkembangan masyarakatyang berlandas saling percaya, kasih sayang, dan tolong menolong sebagaimana tujuan diutusnya rasulullah. Kita lebih disiplin karena telah dilatih melalui sholat dan puasa. Kita kendalikan amarah.

Jika kita tidak bisa mengendalikan diri maka berakibat buta emosi ( fisik dan batin tidak berimbang ), radar hati tertutup nafsu, nafsu mengajak jalan pintas dan tidak mampu mendeteksi bahaya serta tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Kepergian bulan Ramadhan nan suci ini janganlah diikuti dengan menghilangkan nilai-nilai kebaikan yang telah ditanam selama Ramadhan. Ramadhan mengajarkan indahnya berbuat baik, berkata jujur, menghilangkan amarah, dan menghiasi jiwa kesabaran serta memperbanyak amal kebaikan. Solidaritas sosial, kesabaran dan kejujuran adalah tiga hal penting yang diajarkan ramadhan kepada manusia. Dengan puasa mendidik kita merasakan penderitaan saudara kita yang miskin dengan harapan hati menjadi trenyuh dan membantunya. Dengan kesabaran yang dibutuhkan bangsa kita dalam menghadapi berbagai musibah bencana yang menimpa. Kejujuran dapat dikatakan barang langka di negri ini. Jika kejujuran yang diperjuangkan selama puasa dan juga dilakukan seluruh komponen bangsa, Insya Allah bangsa kita menjadi bangsa yang bermartabat.
Pada hakikatnya, kalau kita cermati dalam momentum Idul fitri terkandung berbagai pelajaran, tuntunan ibadah dan sarana pendidikan yang berharga bagi kaum yang mau berfikir. Diantara tanda-tanda yang menunjukan hal itu adanya keteraturan, kesinambungan program syar’i yang sistematis dan dinamis mulai dari puasa, nuzulul Qur’an, tadarus Al Qur’an, Malam Lailatul Qodar, zakat fitrah, Iktikaf sampai halal bihalal (silaturahim).
Dengan rasa gembira dan bahagia kaum muslimin menyambut datangnya hari kemenangan. Budaya silaturahim, saling memaafkan, saling mengirim shodaqoh, mencerminkan usaha untuk menjaga kerukunan, meneguhkan toleransi dan kebersamaan. Puasa adalah sistem scanning Allah SWT untuk membasmi virus yang ada dalam tubuh, dalam hati untuk mengejar target taqwa dan insan yang fitri.
Apa yang di maksud Fitrah ? Fitrah adalah kesucian diri dari segala bentuk dan macam dosa. Ragib Al Afghani mengatakan Fitrah ialah kekuatan dan kemampuan yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk mengenal iman dan menyembah Allah. Firman Allah dalam surat Adz Dzariyat : 56 “ Wama kholaktul jinna wal insa illa liya’budu” artinya Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan supaya menyembahKu. Oleh karena itu walaupun Ramadhan telah selesai pengabdian kita kepada Allah harus dilanjutkan dan ditingkatkan. Salah satu ciri diterimanya puasa bila adanya peningkatan ibadah kepada Allah. Kita harus menjadi manusia yang baik dalam pandangan Allah dan pandangan manusia. ( Habbluminallah dan Habbluminannas ).

Firman Allah dalam surat Ali Imran : 135 “ Walladzina idza fa’alu fakhisyatan audholamu anfusahum dzakarallaha fastaghfaru lidzunubihim wa man yaghfiru dzunuba ilallahi walam yushiru ‘ala ma fa’alu wahum ya’lamun. Artinya Orang- orang yang bertaqwa adalah mereka yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat pada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan kemudian mereka tidak lagi meneruskan perbuatan kejinya itu karena mereka mengetahui.
Secara bahasa, ‘id berarti kembali, ulangan. Sedangkan fithr berarti kesucian atau awal penciptaan. Jadi idul fitri berarti kembali kepada kesucian diri sehingga sesuai kembali dengan konsep awal penciptaan , yaitu manusia yang telah berjanji pada Tuhannya untuk taat kepadanya.( QS al ‘araf : 172 )
Substansi kembali ke fitrah adalah manusia harus kembali memakai perangkat aslinya seperti sifat jujur, berbuat baik, tekun beribadah, amanah, suka bekerja keras, toleran, cinta ilmu dan sebagainya. Dan manusia harus menyingkirkan sifat berbohong, menipu, mencuri, korupsi, dengki, malas, putus asa, tidak mau beribadah, rakus dan sebagainya.
Idul fitri bukanlah titik akhir untuk sebuah proses penyucian diri. Mungkin ada yang berhasil sampai ke fitrahnya setelah beribadah penuh dibulan ramadhan. Karena itu idul fitri dapat dijadikan titik awal kebangkitan atau peningkatan dari bulan-bulan atau tahun sebelumnya. Idul fitri dapat juga disebut hijrah dalam meninggalkan segala yang dilarang oleh agama dan melaksanakan apa yang diperintahkan.
Kesucian jasmani dan rohani pasca ramadhan harus membimbing kita pada perubahan sosial yang lebih baik. Kefitrahan jangan hanya dimaknai sebagai kesucian dari dosa tanpa efek positif bagi kehidupan sosial. Kefitrahan harus mampu memberi solusi bagi problem masyarakat. Individu yang ‘Fitrah” berarti dirinya telah damai dan karena itu ia dituntut untuk memberi rasa damai bagi sesamanya.
Pasca ramadhan ini tidak cukup hanya “ hijrah kepada fitrah “ dalam konteks individu tetapi juga hijrah dari segala penyakit sosial seperti kekerasan dan teror. Ketika masyarakat tengah dilanda kesulitan ekonomi, kita tak perlu menambah beban mereka dengan kekerasan dan terror. Mestinya kita memberi mereka rasa aman karena masyarakat sangat rindu kedamaian dan ketentraman.
Untuk menciptakan kedamaian dibutuhkan tradisi silaturahim atau lebih kita kenal Halal Bihalal. Silaturahim adalah sarana dalam hubungannya dengan sesama manusia. “ Layatkhululu jannata khotiva rohim” tidak akan masuk surga orang memutuskan tali silaturahim. Mengapa perlu silaturahim? karena kita sering khilaf/salah. Kadang kita tidak merasa tapi orang lain merasakan akibat perbuatan kita. Dengan demikian dosa kecil dengan sesama manusia dapat diampuni dengan saling memaafkan. Hadis Rasul “ Man shoma ramadhona imanan wahtisaban ghufirolahu mataqoddamat min dzanbih.” Barang siapa yang berpuasa dibulan ramadhan karena iman dan mengharap ridho Allah, maka dosa – dosa yang lalu akan diampuni. Adapun hakikat Halal Bihalal antara lain :

1. Saling menghalalkan ( saling memberi kerelaan untuk memaafkan dosa-dosa yang diperbuat.)
2. Menjaga Fitrah yaitu melestarikan kesucian yang dihasilkan selama ramadhan.
3. Bulan Syawal adalah bulan peningkatan ibadah.
4. Sebagai sarana mempererat persatuan sesama manusia.

Marilah kita jadikan momentum bulan ramadhan untuk mewarnai aktivitas kita selama waktu kedepan. Kita hadirkan Allah dalam aktifitas kita, Kita jadikan Allah sebagai tempat bersujud dan mohon pertolongan, sehingga tercipta rasa aman, damai dan sejahtera dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Amin.

Ja’alallahu waiyakum minal Aidzin wal Faizin wal maghfirin wal maghbulin. Mudah-mudahan Allah menjadikan diri saya dan Anda sekalian dalam kedamaian, kebahagiaan, dan dalam ampunan Tuhan dan terkabulnya doa-doa kita.


SELAMAT HARI RAYA IDHUL FITRI 1 SYAWAL 1428 H
MOHON MAAF LAHIR BATIN
( DR. Ki Suterka dan Drs H. Mahrudi )

Tidak ada komentar: